Senin, 27 Januari 2014

Surat untuk Dewie di Usia 19 Tahun

Hai,
Dewie Ratnasari di usia 19 tahun
Dimalam ini biarkanlah dirimu merenung dan cobalah menjawab pertanyaan dari semua kondisi yang kau anggap tak masuk akal. Selama ini mata mu hanya melihat  kagum dan mulut mu hanya bisa mengucapkan “Hebat” dan “kok Bisa?”

Tapi pernahkah kau bertanya kepada dirimu sendiri ?
“kenapa aku tidak bisa?”

Melihat jauh teman-teman di masa sekolah dasar dulu. Ya, mereka adalah masa lalu-mu yang sekarang sudah jauh berada di masa depan.   Can you see they light in the future from the past  and from where you stand now? Yes, absolutly you can.  Mungkin ini kata – kata yang pantas untukmu “Kenapa kau masih tidur, lihat! Bahkan asap keretanya sudah tak terlihat lagi.”

Kamu tahu Kaki mungil mereka sudah merasakan dinginnya salju di tanah eropa dan mata mereka sudah menatap seorang pengajar luar biasa di salah satu universitas di Amerika.  Mata mereka juga sudah merasakan indahnya kembang api di tengah – tengah gemerlap lampu-lampu di sepanjang Times Square. Lihatlah lemari pakaian mereka yang sudah memiliki empat jenis pakaian untuk empat musim yang berbeda.  Mereka yang dahulu sama – sama memakai sendal jepit bermerek swallow untuk pergi kemasjid sekolah, sekarang sudah tidak lagi menginjak genangan air yang kotor tapi hamparan salju di musim dingin dan berbagai daun-daunan di musim gugur.


Apakah kau malu? Apakah kau hanya bisa terkejut dan kemudian diam saja? Apa yang kau rasakan jika kau kembali berkumpul dengan mereka di suatu acara reuni? Apakah kau akan mengumpat? Atau berpura – pura sakit agar kau memiliki alasan untuk tidak datang? Hai Dewie di usia 19 tahun, bisakah kau membalas suratku di masa depan atau beberapa tahun lagi? Balas lah surat ku ini dengan hati penuh kebanggaan ketika kau menulisnya. 

Tumblr

                                                                   Mampir yuk :")

Minggu, 26 Januari 2014

Boleh Menangis?

Boleh Menangis?

Sore itu ketika aku terbangun dari tidur-ku. Perasaan sepi menyelimuti seperti kehilangan arah dan mencari sesuatu yang sesunguhnya aku-pun tak tahu apa yang sebenarnya dicari. Kemudian aku pun pindah berbaring di kursi panjang yang ada di ruang tamu. Seketika, air mata dengan tanpa izinnya menetes.

Kesepian

Aku kesepian

Hampir dua minggu dari hari itu, ketika perasaan yang berhasil membuatku tersenyum lebar. Ketika akhirnya aku kembali dari pelayaran setelah hampir enam bulan berada di tengah samudera dengan segala terpaan ombak di semester tiga. Membayangkan tempat yang akan aku kunjungi untuk mengingatkan memori waktu sma dulu. Membayangkan betapa bahagianya senda gurau yang akan aku rasakan kembali bersama teman-teman yang “mungkin” aku rasa paling dekat di bangku SMA dulu.

Tapi, sampai sudah dua minggu sejak aku membayangkan perasaan itu, bayangan itu tetap menjadi bayangan. Mereka yang sudah kutunggu untuk kutemui disaat aku ingin tersenyum, ketika tubuh ini sudah lelah dengan pelayarannya, memilih terus berlayar dan seakan tak mau kembali. Melambaikan tangan dan terseyum sambil terus berlayar pergi menjauh.

Ya, Pergilah berlayar bersama kapal besar dan mewah, kapal yang membutuhkan waktu yang lama untuk berbalik atau bahkan menoleh. Pergi sejauh mungkin untuk mencapai mimpimu. Tapi ingatlah ketika perahu kecil yang aku naiki saat ini tak sebesar kapal yang kau naiki , akan selalu ada tempat yang cukup nyaman untung menampung mu ketika kapal besar yang kau tumpangi tenggelam dan membuatmu tercebur ke dalam air laut yang asin.